Meninggalnya Soe Hok Gie di Gunung Semeru

Tibalah dihari penentuan pada tanggal 14 Desember 1969, tiga hari sebelum ulang tahun Soe Hok Gie yang ke-27. Tanggal 15 Desember, Ia dengan rombongan(Herman Lantang, Abdul Rahman, Idhan Lubis, Aristides Katoppo, Rudy Badil, Freddy Lasut, Anton Wiyana) pun melepaskan Jakarta menuju Gunung Semeru melalui kawasan Tengger. Sebagai team pimpinan, rombongan itu diberi nama ”team tua”.

Menurut Herman O Lantang, seorang saksi mata, juga teman rombongan Soe Hok Gie yang alhamdulillah selamat. Ketika mencapai puncak Gunung tersebut, tiba-tiba dia melihat Soe Hok Gie seperti dalam keadaan kejang, kemudian berteriak-teriak mengamuk lalu lari menuju jurang. Melihat itu, Herman segera bertindak menangkap Soe Hok Gie. Tetapi sementara Herman berhasil menangkap Soe Hok Gie, dia melihat rekannya Idan Lubis juga meronta-ronta serta juga lari mau terjun ke jurang. Namun Idan pun berhasil ditangkap dan tak sampai jatuh kejurang. Setelah itu baik Soe Hok Gie dan Idan berteriak-teriak lagi, kejang dan tidak sadarkan diri. Dia mencoba menolong dengan pernapasan buatan. Tapi usahanya sia-sia dan dua-duanya menghembuskan napas terakhirnya pada tanggal 16 Desember 1969 karena terjebak dalam gas beracun. Herman Lantang tetap berada disamping mayat. Regu pencari berhelikopter tetap berputar diatas puncak Gunung dan tidak berani menurunkan regu untuk mengambil mayat karena takut terjebak gas beracun itu,. Akhirnya pada tanggal 22 Desember oleh regu penyelamat yang dibantu penduduk sekitar secara berantai jenazah berhasil diturunkan dari Gunung dan dengan truk dibawa ke Malang. Lalu ke Surabaya. Dari Surabaya dengan pesawat pengangkut Antonov milik AURI diterbangkan ke Jakarta pada tanggal 24 Desember 1969 untuk dimakamkan pada hari itu juga. Sebelum dibawa ke peristirahatan terakhir, jenazah disemayamkan di Fakultas Sastra UI yang dianggap sebagai rumah keduanya. Maka pada tanggal 24 Desember 1969 Soe Hok Gie dimakamkan di Pemakaman Menteng Pulo, Jakarta. Namun, 2 hari setelah itu jenazah dipindahkan ke Pekuburan Kober,Tanah Abang dengan alasan keluarga antara lain agar kubur lebih dekat dengan kediaman ibunya yang sewaktu ingin menengok sang anak. Namun lagi, jenazahnya sendiri belum aman, karena pada tahun 1975 keluarlah keputusan Gubernur DKI Ali Sadikin untuk membongkar pekuburan Kober karena disana akan dibangun suatu bangunan lagi. Maka jenazah Soe Hok Gie yang sudah tinggal tulang,harus diangkat dari sana. Lalu keluarga memutuskan untuk tidak lagi menguburkan putranya tetapi membakarnya. Dan diantara kawannya Soe Hok Gie yang menghadiri upacara pembakaran jenazahnya ada yang kebetulan mengingat kata-kata Soe Hok Gie yang pernah mengatakan kalau dia meninggal, sebaiknya mayatnya dibakar dan abunya disebarkan ke Gunung, Dengan pertimbangan itu, abu jenazahnya dibawa ke Gunung dan di sebarkan di Gunung Pangrango, Jawa Barat.

***Sumber:buku Catatan Seorang Demonstran

“Beberapa quote #SoeHokGie :

“Nobody can see the trouble I see, nobody knows my sorrow.”

“Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan”

“Seorang filsuf Yunani pernah berkata bahwa nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan tersial adalah umur tua’’

“Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: ‘dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan’. Tanpa itu semua maka kita tidak lebih dari benda. Berbahagialah orang yang masih mempunyai rasa cinta, yang belum sampai kehilangan benda yang paling bernilai itu. Kalau kita telah kehilangan itu maka absurdlah hidup kita”

“Tapi sekarang aku berpikir sampai di mana seseorang masih tetap wajar, walau ia sendiri tidak mendapatkan apa-apa. seseorang mau berkorban buat sesuatu, katakanlah, ide-ide, agama, politik atau pacarnya. Tapi dapatkah ia berkorban buat tidak apa-apa”

“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.”

“Dan seorang pahlawan adalah seorang yang mengundurkan diri untuk dilupakan seperti kita melupakan yang mati untuk revolusi”

“Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi “manusia-manusia yang biasa”. Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia. ”

“Makhluk kecil kembalilah. Dari tiada ke tiada. Berbahagialah dalam ketiadaanmu.”

“Saya mimpi tentang sebuah dunia dimana ulama, buruh, dan pemuda bangkit dan berkata, “stop semua kemunafikan ! Stop semua pembunuhan atas nama apapun.. dan para politisi di PBB, sibuk mengatur pengangkatan gandum, susu, dan beras buat anak-anak yang lapar di 3 benua, dan lupa akan diplomasi.

”Tak ada lagi rasa benci pada siapapun, agama apapun, ras apapun, dan bangsa apapun..dan melupakan perang dan kebencian, dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.”

“Dunia ini adalah dunia yang aneh. Dunia yang hijau tapi lucu. Dunia yang kotor tapi indah. Mungkin karena itulah saya telah jatuh cinta dengan kehidupan. Dan saya akan mengisinya, membuat mimpi-mimpi yang indah dan membius diri saya dalam segala-galanya. Semua dengan kesadaran. Setelah itu hati rasanya menjadi lega.”

“Karena aku cinta pada keberanian hidup”

“Aku kira dan bagiku itulah kesadaran sejarah. Sadar akan hidup dan kesia-siaan nilai.”

“Ketika Hitler mulai membuas maka kelompok Inge School berkata tidak. Mereka (pemuda-pemuda Jerman ini) punya keberanian untuk berkata “tidak”. Mereka, walaupun masih muda, telah berani menentang pemimpin-pemimpin gang-gang bajingan, rezim Nazi yang semua identik. Bahwa mereka mati, bagiku bukan soal. Mereka telah memenuhi panggilan seorang pemikir. Tidak ada indahnya (dalam arti romantik) penghukuman mereka, tetapi apa yang lebih puitis selain bicara tentang kebenaran.”

“Hanya ada 2 pilihan, menjadi apatis atau mengikuti arus. Tetapi aku memilih untuk jadi manusia merdeka”

“Tetapi kenang-kenangan demonstrasi akan tetap hidup. Dia adalah batu tapal daripada perjuangan mahasiswa Indonesia, batu tapal dalam revolusi Indonesia dan batu tapal dalam sejarah Indonesia. Karena yang dibelanya adalah keadilan dan kejujuran.”

“Potonglah kaki tangan seseorang lalu masukkan di tempat 2 x 3 meter dan berilah kebebasan padanya. Inilah kemerdekaan pers di Indonesia.”

“The eagle flies alone”

“Yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan adalah dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan”

“Baru-baru ini seorang OKD (Organisasi Keamanan Desa) memukul tukang becak. Kita kasihan pada OKD yang penakut itu. Mereka, untuk menutupi kekecilan-nya (cuma OKD) berlagak seperti jendral. Sebenarnya mereka adalah seorang yang penakut. Orang yang berani karena bersenjata adalah pengecut.

“Kita tak pernah menanamkan apa-apa, kita tak’kan pernah kehilangan apa-apa”

***sumber : http://kutipaninsprasi.blogspot.com/2014/10/soe-hok-gie.html

Tinggalkan komentar